Pengembangan Keunggulan Bersaing di Woolworth Corp
0 komentar Diposting oleh Manajemen Strategic di 21.24Di akhir tahun 1993 , Woolworth Corp mengumumkan perubahan dalam strategy nya para eksekutif Woolworth Corp merasa bahwa perubahan selama ini pekunting sehubungan dengan kompetensi inti perusahaan, peluang serta ancaman dalam lingkungan eksternalnya.
Diantara hal-hal yang diumumkan adalah indikasi dimana hampir 1.000 toko akan ditutup , dan penghapusan 13.000 bidang pekerjaan. Menurut CEO Woolworth , kondisi ekonomi umum yang memperhatikan dan pergeseran prefensi belanja konsumen yang terjadi terus menerus membuat perusahaan tidak mempunyai pilihan lain selain menutup toko-toko tersebut. Dengan jumlah toko yang lebih sedikit Woolworth yakin akan posisinya yang lebih baik dalam mendayagunakan kompetensi inti secara lebih berhasil . Keputusan strategi penting yang dibuat manajer puncak perusahaan itu adalah bahwa Woolworth Corp akan menggunakan kommpetensinya untuk melakukan ekspansi dengan agresif ke dalam bisnis toko-toko khusus.
Setelah sukses dengan dengan beberapa usaha khusus , termasuk toko busana wanita Northen Reflections, Foot Locker , dan The RX Place (rangkaian apotik dengan potongan harga), pemimpin perusahaan memutuskan bahwa format khusus merupakan peluang lingkungan yang dapat dimanfaatkan perusahaan melalui kompetisi inti Woolworth.
Apakah Woolworth Corp memiliki kompetensi inti yang diperlukan untuk dapat menerapkan strategi barunya dengan sukses? walaupun jawabanya ya, apakah strategi ini akan menghasilkan keuanggulan bersaing secara berkesinambungan? Jawabannya akan muncul seiring dengan berjalannya waktu dan melalui pengamatan kemampuan Woolworth untuk mempertahankan diri terhadap usaha pesaingnya untuk meniru strateginya
1. Kepemimpinan tingkat 5
Kepemimpinan tingkat 5 merupakan salah satu kunci lompatan tersebut. Kepemimpinan tingkat 5 dapat dimaknai sebagai suatu tingkatan dalam memimpin yang tidak memerlukan jabatan serta tanpa harus berbuat banyak untuk mempengaruhi orang lain. Para pemimpin di tingkat ini mampu mewujudkan bauran paradoksal dari kerendahan hati pribadi dan kemauan profesional. Mereka ambisius, namun ambisius pertama dan utama untuk perusahaan, bukan untuk diri sendiri.
2. Pertama siapa, Kemudian apa
Suatu organisasi atau perusahaan dapat dianalogikan sebagai bus dan pemimpinnya adalah sopir bus. Para pemimpin tingkat 5 memulai transformasi dengan mendapatkan orang yang tepat dalam bus, dan menyingkirkan orang yang tidak cocok keluar bus. Setelah itu, sebagai seorang sopir, para pemimpin tingkat 5 akan membayangkan dan memutuskan arah ke mana bus akan dikemudikan. Tentunya, semua orang yang berada dalam bus harus sepakat dengan tujuan ke arah mana mereka berjalan.
3. Hadapi Fakta Brutal
Dalam kondisi apapun, keyakinan absolut bahwa Anda akhirnya dapat dan akan menang harus senantiasa dipertahankan. Pada waktu yang sama, fakta yang paling brutal sekalipun mengenai kenyataan Anda, harus dihadapi dengan lapang dada dan sepenuh hati. Jangan sampai fakta tersebut menenggelamkan keyakinan Anda untuk menang.
4. Konsep Landak
Konsep landak adalah sebuah pemahaman atas perpotongan ketiga lingkaran. Ketiga lingkaran tersebut meliputi: apa yang amat Anda minati, apa yang menggerakkan mesin ekonomi Anda, serta di bidang apa Anda dapat menjadi paling baik di dunia.
5. Budaya Disiplin
Hasil hebat yang berkelanjutan tergantung pada budaya disiplin di lingkungan penuh orang. Disiplin tersebut merupakan tindakan konsisten dengan tiga lingkaran, mengacu konsep landak, serta kemauan untuk menghindari peluang yang berada di luar tiga lingkaran.
6. Teknologi Pemercepat
Tidak satu pun perusahaan baik-menjadi-hebat memulai transformasinya dengan menjadi pelopor teknologi. Sekalipun demikian, mereka semua menjadi pelopor dalam aplikasi teknologi setelah mereka memahami bagaimana teknologi itu cocok dengan perpotongan tiga lingkaran mereka.
7. Roda Pengatur
Perusahaan baik-menjadi-hebat tidak pernah benar-benar memiliki suatu peristiwa sebagai momentum transformasi mereka. Mereka hanya bekerja keras, terus-menerus, dari waktu ke waktu, hingga orang-orang di luar mereka melihat bahwa mereka telah melakukan pencapaian tertentu. Tetapi, sekali lagi : itu bukan suatu peristiwa yang monumental, hanya sebuah kerja keras yang konsisten dilaksanakan.
Itulah alasan yang menghantarkan lompatan besar perusahaan ataupun organisasi “baik” menjadi “hebat”.
EKSEKUTIF TINGKAT 5
Membangun kehebatan yang bertahan lama lewat bauran paradoks dari kerendahan hati pribadi dan kemampuan profesional.
PEMIMPIN YANG EFEKTIF
Menjadi kataator komitmen terhadap dan berusaha dengan sungguh-sungguh mewujudkan visi yang jelas dan membangkitkan keinginan yang kuat, merangsang standar kinerja yang lebih tinggi.
MANAJER KOMPETEN
Mengorganisasikan manuasia dan sumber daya ke arah usaha yang efektif dan efesien untuk mencapai objektif yang sudah ditentukan lebih dahulu.
ANGGOTA TIM YANG MEMBERI KONTRIBUSI
Memeberikan kontribusi kemampuan individual untuk mencapai objektif kelompok dan bekerja secara efektif dengan orang lain dalam pengaturan kelompok.
INDIVIDUAL DENGAN KEMAMPUAN TINGGI
Membuat kontribusi produktif lewat bakat, pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan kerja yang baik.
Berapa banyak perusahaan besar di Indonesia yang manajemennya sudah ditangani orang-orang profesional? Memang belum ada penelitian yang sifatnya resmi dan serius untuk masalah ini. Namun saya yakin tidak lebih dari 30 % perusahaan besar tersebut dikendalikan oleh orang-orang profesional. Sisanya, 70 % masih ditangani oleh keluarganya, atau minimal orang-orang yang masih mempunyai hubungan persaudaraan.
Hanya saja permasalahannya, banyak anggota keluarga tidak mempunyai kemampuan dan kemauan. Penunjukan anggota keluarga untuk mengelola perusahaan berdasar atas pertimbangan kekerabatan yang sifatnya sangat subyektif.
Tentang perusahaan keluarga sendiri ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh R. Beckhard dan W. Gibb Dyer. Kata Beckhard, di Amerika 90 % perusahaan dengan kategori cukup besar merupakan perusahaan keluarga atau perusahaan yang dikuasai oleh kelompok keluarga. Di Indonesia, seperti halnya hasil penelitian Beckhard, banyak perusahaan keluarga yang hilang peredarannya ketika ditangani oleh generasi kedua. Sentra batik di Laweyan Solo, sekarang tinggal kenangan yang hanya menyisakan satu dua pengusaha. PT Mantrust yang pernah gilang gemilang merajai agro bisnis sekarang tinggal namanya seiring dengan meninggalnya Teguh Sutantyo, sang pendiri. PT Pardedetex dengan gurita bisnisnya kini tinggal puing-puingnya setelah wafatnya Pardede.
Disisi lain, berbahagialah PT Gudang Garam karena memiliki Rahman Halim sebagai pewaris tahta kerjaan rokok Gudang Garam.
Hanya menjadi masalah lantaran orang macam Rahman Halim, hanya sedikit yang lahir di bumi ini, terutama lagi bumi Indonesia. Generasi pewaris tahta kerajaan bisnis banyak yang tinggal enaknya sehingga terlena keenakan dan gagal membawa bahtera kerajaan bisnis. Orang-orang profesional masih dianggap sebagai orang luar yang tidak mengetahui seluk beluk perusahaan.
Perusahaan keluarga mempunyai sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah komitmen yang tinggi, serta interdepedensi yang juga tinggi. Komitmen yang tinggi terhadap perusahaan, merupakan “kelebihan” anggota keluarga yang sulit tertandingi oleh para profesional. Rasa memiliki (sense of belonging) anggota keluarga sangat tinggi, karena secara riil mereka memang pemilik perusahaan. Namun hal ini dapat menjadi bumerang ketika rasa memiliki ini mengkristal dan menjelma menjadi subyektifitas, yang dapat mengurangi akurasi dalam pengambilan keputusan.
Hanya saja permasalahannya, banyak anggota keluarga tidak mempunyai kemampuan dan kemauan. Penunjukan anggota keluarga untuk mengelola perusahaan berdasar atas pertimbangan kekerabatan yang sifatnya sangat subyektif.
Tentang perusahaan keluarga sendiri ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh R. Beckhard dan W. Gibb Dyer. Kata Beckhard, di Amerika 90 % perusahaan dengan kategori cukup besar merupakan perusahaan keluarga atau perusahaan yang dikuasai oleh kelompok keluarga. Di Indonesia, seperti halnya hasil penelitian Beckhard, banyak perusahaan keluarga yang hilang peredarannya ketika ditangani oleh generasi kedua. Sentra batik di Laweyan Solo, sekarang tinggal kenangan yang hanya menyisakan satu dua pengusaha. PT Mantrust yang pernah gilang gemilang merajai agro bisnis sekarang tinggal namanya seiring dengan meninggalnya Teguh Sutantyo, sang pendiri. PT Pardedetex dengan gurita bisnisnya kini tinggal puing-puingnya setelah wafatnya Pardede.
Disisi lain, berbahagialah PT Gudang Garam karena memiliki Rahman Halim sebagai pewaris tahta kerjaan rokok Gudang Garam.
Hanya menjadi masalah lantaran orang macam Rahman Halim, hanya sedikit yang lahir di bumi ini, terutama lagi bumi Indonesia. Generasi pewaris tahta kerajaan bisnis banyak yang tinggal enaknya sehingga terlena keenakan dan gagal membawa bahtera kerajaan bisnis. Orang-orang profesional masih dianggap sebagai orang luar yang tidak mengetahui seluk beluk perusahaan.
Perusahaan keluarga mempunyai sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah komitmen yang tinggi, serta interdepedensi yang juga tinggi. Komitmen yang tinggi terhadap perusahaan, merupakan “kelebihan” anggota keluarga yang sulit tertandingi oleh para profesional. Rasa memiliki (sense of belonging) anggota keluarga sangat tinggi, karena secara riil mereka memang pemilik perusahaan. Namun hal ini dapat menjadi bumerang ketika rasa memiliki ini mengkristal dan menjelma menjadi subyektifitas, yang dapat mengurangi akurasi dalam pengambilan keputusan.
Dalam perkembangannya, perusahaan keluarga akan mengalami titik kritis yang bila tidak diatasi akan membawa kehancuran pada perusahaan bersangkutan.
Ada dua titik kritis, yaitu, pertama, berhubungan dengan anggota keluarga. Permasalahan yang akan dihadapi adalah, adik-adik atau kakak pemilik masuk. Kemudian ada anggota keluarga menikah. Atau generasi kedua mulai ikut mengelola perusahaan. Disinilah muncul multiple leadership, masing-masing anggota keluarga bertindak sebagai pemimpin yang harus ditaati.
Kedua, berkaitan dengan masalah organisasi, manajemen dan SDM. Perusahaan keluarga harus menyiasati munculnya rentang kendali yang semakin luas, perangkapan jabatan secara berlebihan oleh anggota keluarga.
Perusahaan keluarga, bukanlah sesuatu yang buruk. Demikian juga menempatkan anggota keluarga dalam posisi kunci. Yang harus dipertimbangkan adalah tiga pertanyaan dasar untuk menopang eksistensi perusahaan keluarga.
Pertama, apakah dalam perusahaan telah ditetapkan rambu-rambu dalam pengelolaan perusahaan (atau dalam kata lain telah dijalankan profesionalisme).
Kedua, apakah anggota keluarga itu mempunyai kemauan untuk menjalankan rambu-rambu yang telah ditetapkan.
Ada dua titik kritis, yaitu, pertama, berhubungan dengan anggota keluarga. Permasalahan yang akan dihadapi adalah, adik-adik atau kakak pemilik masuk. Kemudian ada anggota keluarga menikah. Atau generasi kedua mulai ikut mengelola perusahaan. Disinilah muncul multiple leadership, masing-masing anggota keluarga bertindak sebagai pemimpin yang harus ditaati.
Kedua, berkaitan dengan masalah organisasi, manajemen dan SDM. Perusahaan keluarga harus menyiasati munculnya rentang kendali yang semakin luas, perangkapan jabatan secara berlebihan oleh anggota keluarga.
Perusahaan keluarga, bukanlah sesuatu yang buruk. Demikian juga menempatkan anggota keluarga dalam posisi kunci. Yang harus dipertimbangkan adalah tiga pertanyaan dasar untuk menopang eksistensi perusahaan keluarga.
Pertama, apakah dalam perusahaan telah ditetapkan rambu-rambu dalam pengelolaan perusahaan (atau dalam kata lain telah dijalankan profesionalisme).
Kedua, apakah anggota keluarga itu mempunyai kemauan untuk menjalankan rambu-rambu yang telah ditetapkan.
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan:
Postingan (Atom)