Perluasan Usaha Dengan Vertikal Integration

Banyak alasan yang menjadi dasar perusahaan melakukan vertikal integration, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa alasan terpenting adalah peningkatan posisi kompetitif perusahaan. Pertama, perusahaan berharap dapat meningkatkan efesiensi ekonomi yang ditimbulkan dari adanya kombinasi dan operasi, koordinasi dan pengendalian internal, ekonomi informasi, pengehematan biaya transaksi, dan stabilitas hubungan dalam rantai produksi dari unit usaha yang terkait.Alasan ini amat penting bagi perusahaan yang mengandalkan strategi kepimpinan biaya (cost leadership)

Disamping itu  dorongan melakukan integrasi vertikal juga disebabkan oleh motif menguasai lebih dalam teknologi dan operasi satu jenis bisnis tertentu.Integrasi vertikal juga memberikan jaminan jumlah dan kualitas barang yang diperlukan dari pemasok dan juga dapat mengurangi kecendrungan fluktuasi pasar, baik  dalam jumlah barang yang diminta maupun harga.Integrasi vertikel dapat menimbulkan peluang yang lebih besar dan luwes dalam mendorong perusahaan menyempurnakan penerapan  strategi differensiasi.

Namun demikian, integrasi vertikal bukan sama sekali tidak memiliki efek negatife. Integrasi vertikal  menimbulkan beban  biaya strategis yang harus ditanggung  perusahaan , yang biasanya  sebagian besar  terdiri dari biaya terbenam  (sunk  cost), biasanya perusahaan memerlukan dana yang besar untuk membiayai pengeluaran untuk investasi yang sebagian  besar berupa biaya tetap (fixed cost). Disamping itu, Integrasi vertikal juga mengurangi fleksibelitas perusahaan dalam  memilih parther, satu unit usaha strategis tertentu terikat dengan unit usaha yang lain sebagian yang tidak terpisahkan yang diakibatkan  oleh pilihan berintegrasi.


Strategi Korporasi

1.Strategi Integrasi Vertikal

Strategi integrasi vertikal (vertical integration strategies) merupakan strategi yang menghendaki perusahaan melakukan penguasaan yang lebih atas distributor, pemasok dan atau para pesaing baik melalui merjer, akuisisi, atau membuat perusahaan sendiri. Strategi integrasi dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Integrasi ke depan (Forward Integration) merupakan strategi untuk memperoleh kepemilikan atau meningkatkan kendali atas distributor atau pengecer,
2) Integrasi ke belakang (Backward Integration) merupakan strategi untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kendali atas perusahaan pemasok, dan
3) Integrasi horisontal (Horizontal Integration) merupakan strategi untuk mengendalikan para pesaing

Perusahan tertarik melakukan integrasi vertikal didasarkan atas alasan:
1) dapat menciptakan "barrier to entry" bagi pendatang baru, 
2) memberikan fasilitas investasi, 
3) menjaga kualitas produk, dan
4) memperbaiki penjadualan.
Meskipun memiliki manfaat, stategi integrasi vertikal juga memiliki kelemahan, yaitu:
1) kelemahan dalam hal biaya, 
2) teknologi, dan 
3) adanya permintaan berfluktuasi.

2. Strategi Diversifikasi

Strategi diversifikasi merupakan pendekatan utama strategi pada level koroporasi. Tingkatan (level) strategi diversifikasi dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: 
1) Tingkat diversifikasi rendah (Single business dan Dominant business), 
2) Tingkat diversifikasi menengah (Related constrained dan Related linked) dan 
3) Tingkat diversifikasi tinggi (Unrelated). Selain itu juga dikenal dengan istilah diversifikasi related (diversifikasi konsentris) dan diversifikasi unrelated (diversifikasi konglomerat dan diversifikasi horisontal).

Perusahaan mengimplementasikan strategi diversifikasi, dilandasi alasan dan motif untuk mempertahankan keunggulan strategis, insentif dan sumber daya, serta motif manajerial. Di samping itu juga didorong oleh lingkungan internal (kinerja yang rendah, ketidakpastian aliran kas mendatang, dan semua pengurangan resiko) dan lingkungan eksternal (peraturan pemerintah, ketentuan pajak, atau aturan-aturan yang baru).

3. Merjer dan Akuisisi

Akuisisi dan merjer memiliki peran yang penting dalam perusahaan. Latar belakang perusahaan melakukan akuisisi adalah untuk meningkatkan kekuatan pasar, mendapatkan "barrier to entry", meningkatkan kecepatan memasuki pasar, meningkatkan diversifikasi, dan menghindari persaingan yang berlebihan.

Masalah-masalah yang dihadapi untuk mencapai keberhasilan akuisisi antara lain adalah 
1) kesulitan integrasi, 
2) evaluasi target kurang, 
3) hutang luar biasa yang terlalu besar, 
4) ketidakmampuan mencapai sinergi, 
5) terlalu banyak diversifikasi, dan 
6) manajer terlalu berfokus pada akuisisi. Untuk itu maka diperlukan adanya akuisisi yang efektif.

Perusahaan di Era Globalisasi

Pasar yang semakin terbuka dan efisiensi yang tinggi telah mendorong banyak perusahaan untuk menjadi global, atau setidaknya go international. Perusahaan dapat dikatakan global apabila telah beroperasi di tiga kawasan besar dunia yang disebut TRIAD, yaitu Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Indonesia sendiri juga menjadi sasaran investasi berbagai merek global, diantaranya Toyota, Nokia, Samsung, Johnson & Johnson, Citigroup, Unilever, Procter & Gamble, dan Coca Cola.

Keputusan strategik pada perusahaan yang beroperasi di negara sendiri sangat berbeda dengan apabila ia beroperasi di negara lain. Setiap negara berbeda dalam hal budaya, sistem politik, sistem ekonomi, sistem hukum, dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Semua ini menjadikan pengkajian lingkungan eksternal perusahaan tugas yang semakin rumit karena perusahaan memerlukan praktik dan pendekatan yang berbeda-beda di tiap negara. Beberapa contoh perusahaan yang melakukan/tidak melakukan kajian lingkungan eksternal yang cukup ada pada bagian berikut.

Kentucky Fried Chicken

Kentucky Fried Chicken (KFC) memasuki India pada Juni 1995, tepatnya di Bangalore, dan menghadapi banyak protes dan demostrasi selama bertahun-tahun. Beberapa diantaranya adalah :
1. Meskipun pemerintah telah mengizinkan masuknya investasi asing di bidang makanan cepat saji pada awal 1990an, masih ada beberapa pihak yang tidak setuju. Alasan ketidaksetujuan ini diantaranya : banyaknya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, menjaga bisnis domestik, ketakutan akan invasi budaya, dampak buruk junk food bagi kesehatan, serta dampak ke pertanian dan lingkungan. Para petani mengatakan bahwa KFC telah bertindak tidak etis dengan menawarkan junk food di negara miskin seperti India, yang memiliki masalah malnutrisi yang parah. Selain itu, ketidaksetujuan juga datang dari pihak lain seperti nasionalis, aktivis lingkungan, dan aktivis binatang.

2. Pelanggaran terhadap peraturan mengenai kandungan MSG dalam makanan. Pada saat itu, Agustus 1995, batas kandungan MSG yang ditentukan oleh Indian Prevention of Food Adulteration Act (IPFAA) untuk makanan cepat saji adalah maksimal 1%. Sedangkan ayam Kentucky mengandung 2,8% MSG. Akibat kasus ini, KFC sempat dicabut surat izin usahanya dan berurusan dengan hukum. Namun pihak KFC terus menyatakan pembelaannya. Akhirnya, pada Desember 1995 pemerintah India menaikkan batas maksimal kandungan MSG di makanan. Meskipun demikian, aktivis terus mencari isu-isu lainnya untuk menjatuhkan KFC. Kontroversi mengenai MSG dan protes dari para nasionalis baru menghilang pada akhir 1990an, yang digantikan oleh masalah dari PETA.

3. PETA (People for the Ethical Treatment of Animals) India, yang terutama mengecam penyiksaan yang dilakukan KFC terhadap ayam di peternakannya. PETA bahkan sempat menyiarkan dokumentasi video pada konferensi pers di Bangalore pada tanggal 9 Oktober 2003. Video ini menggambarkan penderitaan yang dialami ayam-ayam di peternakan KFC, diantaranya memperlihatkan bagaimana ayam ditempatkan di kandang yang sempit dan harus berebutan untuk memperoleh makanan, rekayasa genetika yang dilakukan, tidak adanya pengobatan bagi ayam yang terkena penyakit, penyembelihan tanpa menggunakan anestesia, dan kekasaran yang dilakukan oleh pekerja di peternakan. Ayam-ayam diberi makan paksa sehingga tumbuh secara abnormal, mengalami patah tulang, serangan jantung, kelainan kaki. Selain itu, PETA mengklaim KFC sebagai pembunuh ayam terbesar di dunia. Sampai saat ini, perselisihan antara keduanya masih berlanjut.

KFC menghadapi banyak kasus selama tahun-tahun awalnya di India, yang dikarenakan kurangnya analisis terhadap lingkungan eksternal, diantaranya :
1. Sosial budaya : budaya, nilai, institusi sosial, lingkungan.
2. Politik-hukum : sentimen proteksi, regulasi kandungan MSG.
3. Ekonomi : pendapatan per kapita.
Akibatnya, KFC mengalami kerugian yang cukup besar, baik karena kasus hukum, tindakan vandalisme, dan image perusahaan.

McDonald’s

McDonald’s, ketika memasuki pasar India pada akhir 1990an, mengganti Big Mac-nya yang terbuat dari daging sapi menjadi “Maharaja Mac” yang terbuat dari daging kambing ketika ia membuka operasinya di India. Selain itu, ia juga membagi menunya ke dalam kategori vegetarian dan non-vegetarian. India, yang mayoritas penduduknya beragama Hindu adalah pemuja sapi. Sapi dianggap sebagai binatang yang sakral di negara tersebut. Selain itu, mayoritas dari kaum Hindu adalah vegetarian. McDonald’s sebagai perusahaan global dalam hal ini menyesuaikan diri dengan budaya lokal India.

Disini kita dapat melihat bahwa McDonald’s melakukan beberapa kajian lingkungan eksternal sebelum memasuki pasar India, terutama pada aspek-aspek budaya, norma, nilai, dan kepercayaan/agama. Tentu saja McDonald’s juga telah mempertimbangkan variabel lainnya seperti ekonomi dan politik. Pembukaan restoran McDonald’s pertama di India dilakukan beberapa tahun setelah pemerintah membuka pintu masuk investasi asing bagi industrinya.
McDonald’s yang masuk ke India beberapa tahun setelah KFC telah mempersiapkan diri untuk menghindari ancaman-ancaman berupa protes dan demostrasi. Selain itu juga, berusaha menangkap peluang dengan menyesuaikan menu dengan kaum mayoritas di India. Meskipun perusahaan sempat tersangkut kasus hukum (akibat adanya kandungan ekstrak sapi di minyak penggoreng kentangnya), namun kerugian yang dihadapi tidak separah KFC.

Wal-Mart

Wal-Mart didirikan pada tahun 1962 oleh Sam Walton di Arkansas, yang terus berkembang sampai menjadi perusahaan retail terbesar di dunia. Perusahaan ini mulai go international pada tahun 1991 di Meksiko. Wal-Mart saat itu melakukan joint-venture dengan pe-retail lokal terbesar, yaitu Cifera. Pada awalnya, Wal-Mart menghadapi masalah mengenai sistem distribusi yang efisien, diantaranya diakibatkan oleh infrastruktur yang kurang baik, jalan yang padat, dan kurangnya leverasi dengan pemasok lokal. Hal ini mempengaruhi pengiriman ke toko Wal-Mart dan pusat distribusinya, sehingga mengakibatkan stock barang bermasalah dan berpengaruh ke biaya. Selain itu, ada masalah dengan produk yang kurang kompetitif.

Pada pertengahan 1990an, Wal-Mart telah menyadari dan mempelajari bahwa ia kurang menyesuaikan dengan kondisi lokal Meksiko. Oleh sebab itu, Wal-Mart melakukan partnership dengan perusahaan angkutan truk setempat, yang sangat membantu sistem distribusinya. Produk yang dijual juga kini lebih disesuaikan dengan selera lokal. Sementara keberadaan Wal-Mart terus berkembang, pemasok-pemasok mulai membangun pabrik di sekitar lokasi Wal-Mart. Hasilnya, biaya persediaan menjadi semakin rendah. Perusahaan terus mengembangkan tokonya di Meksiko sampai akhirnya memiliki 670 toko pada tahun 2004.

Pengalaman dengan Meksiko ini memberi keyakinan bahwa mereka dapat bersaing di luar Amerika. Wal-Mart kemudian menambah operasinya di negara-negara lainnya seperti China, Jerman, Brasil, Jepang, Kanada, dan Korea selatan.
Wal-Mart disini menangkap peluang untuk menjadi perusahaan global dengan memulai operasi internasionalnya lebih cepat dari pesaing. Meskipun pada awalnya Wal-Mart kurang melakukan analisis terhadap pemasok dan konsumen (pada level industri atau lingkungan kerja) dan jaringan transportasi (pada level umum atau lingkungan societal), namun perusahaan dengan tepat memperbaiki kesalahannya dan mampu terus berkembang.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Blogger Template by Blogcrowds